Jumat, 18 April 2014

Life is a Journey


Apakah kalian punya impian terbesar yang ingin di wujudkan? Sudahkah kalian punya cerita hidup unik yang kelak akan di sajikan pada anak-cucu kalian di masa depan? memiliki cerita dan pengalaman hidup yang menarik tentu akan lebih baik, terutama tentang perjalanan luar biasa yang pernah di lalui.. perjalanan yang tidak hanya mampu merubah pola pikir setiap manusia tetapi juga mendewasakan setiap pemiliknya, perjalanan yang bukan hanya sekedar perjalanan tetapi ada kata lain yang terselip disana yaitu "Belajar". Belajar mengenali diri sendiri, belajar menghargai waktu, belajar menjadi pribadi yang mandiri dan tidak manja, belajar bahwa betapa sesuatu yang sering dianggap sepele malah begitu berarti, belajar menyadari bahwa bumi tempat kita berpijak hanyalah singgahan dan kita sebagai pelancong di dalamnya, belajar untuk peduli pada sesama meski berbeda suku, ras, agama, bahasa, warna kulit ataupun tempat kelahiran, serta belajar tentang arti kehidupan di setiap hembusan nafas yang kita hirup.

****

Aku ingin melewati lorong itu.. melakukan perjalanan waktu ke tempat yang kusukai, memperhatikan tingkah laku dari orang-orang yang berbeda setiap harinya, perjalanan menawan yang akan mengikuti kemanapun kaki mungilku melangkah. Aku ingin punya bekal tentang hidup yang tentu tak selalu mulus, tentang hidup yang terkadang penuh kerikil tajam yang perlu di lewati, tentang tantangan di setiap kehidupan yang lebih dari sekedar rasa gugup atau cemas yang berakhir dengan senyuman kemenangan. Sehingga kelak, jika aku menikah dan punya anak, ingin kuceritakan pada anakku tentang kisah perjalanan ibunya, tentang petualangan menapaki jejak-jejak kehidupan yang nyaris tak berujung, tentang mimpi yang di raih dengan penuh perjuangan dan restu dari kakek-neneknya, tentang ibunya yang belajar banyak hal dari semesta, dan tentang pengalaman hidup melintasi setiap ruang di belahan dunia yang tidak bisa di beli atau di barter dengan apapun. Tentu ini akan menjadi kenangan yang sangat manis di masa tuaku nanti, ketika wajah mulai menua, rambut mulai beruban, dan kedua kaki tak lagi sanggup melangkah untuk memulai cerita baru, ketika itulah aku akan tetap tersenyum membagi ceritaku untuk setiap telinga yang ingin mendengar dan belajar dari pengalaman hidupku.

Jika mimpiku pada akhirnya tak bisa terwujud hanya karena sebuah SIT (Surat Izin Traveling), lalu apa yang bisa kukatakan pada anak-anakku kelak tentang kisah hidup ibunya? Apa tentang perjuangan meraih gelar sarjana di kampus? Atau tentang kisah cinta dengan ayah mereka yang mungkin bak sinetron atau ftv? Sungguh aku tak punya cerita menarik tentang hidupku kecuali kenyataan bahwa orangtuaku begitu protektif pada anaknya, terutama ibuku yang selalu panik dan cemas jika kuungkapkan niatku untuk solo traveling, melakukan perjalanan seorang diri, melihat betapa Tuhan menciptakan alam semesta dan segala isinya dengan begitu mengagumkan, dan betapa keajaiban selalu menunggu kita di tempat-tempat berbeda.

Ada banyak ruang di belahan bumi yang berteriak untuk bisa kita singgahi, ada orang-orang yang meski berbeda suku dan bahasa tapi butuh untuk kita kenali dan melebur bersama berbagi canda dan tawa, dan ada pula mereka yang terlihat garang tetapi memiliki hati bak malaikat yang selalu ikhlas membantu siapapun. Aku tahu tentu tidak mudah melepas seorang anak, terutama anak perempuan untuk melakukan perjalanan seorang diri ke negeri orang, negeri yang asing baginya, negeri yang mungkin tak ada sanak saudara ataupun teman, negeri yang menjadi sangat mengerikan ketika mereka (orangtua kita) tahu bahwa disana begitu tinggi tingkat kriminalitasnya.

Meski ada temanku yang berkata jika aku sudah punya penghasilan sendiri, dari hasil keringatku sendiri, kemungkinan besar ibuku akan mengizinkanku pergi kemanapun yang aku sukai, berlari sejauh manapun yang aku mampu, tetapi tidak melupakan tempat asalku berpijak dan tidur dengan nyenyak yaitu "kembali ke rumah". Kurasa omongan temanku ada benarnya juga, tapi aku kenal ibuku.. mungkin perjalanan bersama teman tanpa embel-embel "seorang diri" masih bisa di tolerir olehnya. Hasratku untuk melakukan perjalanan, menapaki setapak yang lurus lalu berkelok-kelok sungguh sudah tak terbendung lagi.. lalu bertanya pada hati kecil sebenarnya apa yang kucari? Mengabadikan momen demi momen di setiap kota yang kusinggahi sebagai ajang pamer di media sosial? Atau ingin membuat banyak mata iri dengan tingkahku?

Sekali lagi bukan itu yang aku cari dengan keinginan travelingku. Entah apa, tapi bagiku inti dari sebuah perjalanan adalah tentang cinta kasih, tentang rasa syukur pada sang pencipta, tentang kita yang akhirnya memulai bersahabat dengan diri sendiri dan kehidupan, tentang mereka di tempat berbeda yang sanggup mengajari banyak hal, tentang dunia yang tak henti-hentinya membuat penghuninya berdecak kagum dengan isinya yang penuh kejutan, dan tentang aku yang tak pernah mampu mengartikan setiap maksud dari sebuah keinginan... tetapi, satu hal yang pasti bahwa bermimpi itu tak pernah salah, tak pernah di larang, maka bermimpilah sesuka hatimu tanpa harus menoleh pada segelintir orang yang tertawa dan menganggap remeh pada mimpi liarmu.

****

Sebenarnya tidak masalah jika ada travelmate untuk traveling karena dengan begitu kita memiliki teman untuk berbagi suka-duka, untuk sharing berbagai hal dalam perjalanan, dll. Yang terpenting adalah kita bisa sejalan (memiliki misi yang sama), saling menguatkan ketika melewati jalanan berbatu di negeri asing dan saling menjaga satu sama lain. Memilih berjalan sendirian, berdua atau berombongan adalah hak masing-masing traveler atau backpacker.. silahkan memilih zona yang menurut Anda paling nyaman!! Atau ingin mencoba keluar dari zona nyaman Anda? Silahkan saja!! Tapi bagiku, solo traveling pasti mengasyikan dan aku tentu akan mencobanya meski tak selalu.. kadangkala kita memang butuh teman untuk melakukan perjalanan. So, let's do it!!

Aku sadar selalu ada resiko dalam setiap tindakan yang diambil, resiko untuk setiap perjalanan panjang yang nanti akan di lewati, resiko tentang kecemasan akan hari esok yang tak pasti, resiko jauh dari orang terkasih di negeri antah berantah, resiko bertemu dengan orang-orang yang akupun tak tahu berhati baik atau berniat jahat. Tetapi, satu hal yang selalu aku percaya dan yakini bahwa Allahku selalu bersamaku dimanapun aku berada. Dalam setiap perjalanan yang mengiringi setiap langkah kita, berusahalah untuk selalu berprasangka baik karena Insya Allah sikap itulah yang akan melindungi kita dari niat jahat orang lain.
Allah SWT berfirman:

Aku (Allah) tergantung pada prasangka hamba-Ku pada-Ku, apabila ia berprasangka baik maka baginya kebaikan itu, dan apabila ia berprasangka buruk, maka baginya keburukan itu pula.” (HR. Ahmad).

****

So, jangan jadikan ketakutan sebagai alasan untuk tidak berjalan jauh. Daripada hidupmu hambar tanpa bumbu, lebih baik bangkit dan lakukan sesuatu!! Saatnya menjelajah dan membuat ceritamu sendiri. Percayalah selalu ada jalan ketika kita ingin dan berusaha!! Meski hidup tak selalu semanis gula, tetapi pengalaman berharga akan membuatmu tersadar betapa hidup ini sangat mengagumkan, dan jika ada kehidupan kedua di suatu masa, tentu tak ada yang menolak bukan? Heheehhh. Makanya jangan sia-siakan hidup kalian.. yuk, bermimpi!!

Sejatinya bumi ini begitu luas dan panjang jika hanya di nikmati di satu titik saja, padahal masih banyak titik-titik indah lain yang perlu di jamah, yang ingin di saksikan sepasang bola mata untuk kemudian bergumam takjub "hmm Subhanallah, sungguh indah lukisanmu Ya Rabb". Bahkan semestapun ikut bertasbih memuja dan mememuji-Mu sepanjang waktu, memuji keindahan alam yang Engkau suguhkan bagi kami para pelancong di bumi ini, pelancong yang singgah sementara untuk berteduh dalam sakit ataupun senang, hingga menanti hari untuk berpulang pada-Mu di kehidupan yang abadi.

"Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu"- Laskar Pelangi

Kamis, 17 April 2014

Cerpen : "Ayahku Cinta Pertamaku"


Filzaaaaaah..!! Ayah memanggilku dan memberikanku sebuah jaket tebal kesayangannya. Jaket itu terlihat super besar di badanku dan ayah tertawa cekikikan melihat fashion style-ku yang aneh tapi unyu maksimal. Wajahku berubah cemberut ketika ibu juga ikut-ikutan menertawaiku, seakan-akan aku telah berubah menjadi badut ancol.. hahahaaaaahh. Keluarga kecil kami memang sering bercanda dan tertawa bahagia setiap hari, kebahagiaan yang membuat hatiku selalu dipenuhi kedamaian dan cinta kasih. Malam ini, kota tempat tinggalku sedang di guyur hujan deras dan angin kencang. Seperti biasa, aku tidur bersama ayah dan ibuku di kamar mereka. Di umurku yang menginjak usia 22 tahun aku masih saja di perlakukan seperti anak kecil, tapi aku menyukainya.. aku begitu cinta dengan hidupku yang mungkin sempurna dan mungkin juga melahirkan banyak rasa iri dari segilintir orang.

Di atas kasur yang empuk, diantara ibu dan ayah, aku menatap ayahku lekat. Entah kenapa aku merasakan rindu yang teramat dalam pada sosok ayah, rindu yang lebih dari biasanya. Mungkin ini hanya perasaanku saja atau ketakutanku karena sebentar lagi akan berpisah sejenak dari ayah dan ibu demi sebuah impian dan cita-cita masa depanku. Aku begitu mengagumi ayahku yang tampan, cerdas, dan pekerja keras meski kadang aku sering ngambek dan marah karena hal sepele.

****

AYAH!! meski waktunya banyak tersita di kantor tapi yang membuat aku bangga padanya adalah beliau sangat perhatian dan sayang pada istri dan anaknya. Selalu ada waktu untuk kami bermalam mingguan dan itu sudah menjadi ritual wajib sejak aku kecil hingga dewasa. Banyak yang kemudian bertanya padaku, "jika tiap malam minggu waktuku di habiskan dengan orangtuaku lalu kapan aku kencan dengan pacarku?" Pertanyaan klise itu hanya kujawab dengan senyuman bahwa aku tak punya pacar. Ingin sekali kujawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa aku berkencan dengan pacarku di malam jumat... hahahaaaa ini menggelikan, pacaran di temani kuntilanak dan pocong.

Kenyataannya aku memang tak punya pacar.. bukan berbohong, bukan pula sok alim tapi karena aku takut pada ayahku. Ayahku orang yang keras, tegas, dan aku tahu dia sangat mencintaiku, mencintai anaknya yang cantik ini.. hihiihh maaf aku narsis. Aku hanya tidak ingin melihat ayahku cemburu, hanya tidak ingin melihat ayahku menatap cemas ketika ada pria yang datang ke rumah dan menemuiku. Aku hanya ingin di lihat seperti aku yang biasanya, putri kecil ayah yang manis dan penurut. Kadang terbesit dalam pikiranku untuk bersikap lebih dewasa, melepas sifat manjaku dan tak lagi di lihat sebagai putri kecil berumur 10 tahun dari mata indah ayah dan ibuku tapi kurasa itu sulit meski umurku kini menginjak 22 tahun, umur yang tentu tidak lagi remaja. Meski aku besar dari keluarga yang bercukupan, tetapi ayahku selalu mengajariku untuk hidup sederhana karena  tanpa kita sadari masih banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung kita dan membutuhkan uluran tangan kita.

****

Kini, hari yang kutunggu, hari yang mungkin sedikit menakutkan bagiku telah tiba.. aku akan meninggalkan kota ini, negara tercinta ini untuk melanjutkan kuliah S2 ku di luar negeri, tepatnya di Singapore. Sengaja kupilih tempat ini karena lebih dekat dengan Indonesia dan aku bisa pulang kesini lebih sering ketika liburan semester tiba. Selain Singapore, aku menerima full scholarship dari salah satu Universitas terkenal di Melbourne tapi hatiku lebih memilih Singapore dengan alasan tak ingin pergi terlalu jauh dari ayah dan ibuku, disamping alasan bahwa aku adalah anak tunggal dalam keluargaku. Bisa di bayangkan bagaimana orangtuaku harus melepas anak semata wayangnya menuntut ilmu di negeri orang seorang diri dan belajar hidup mandiri, bahkan berinteraksi dengan lingkungan sosial yang baru.

Aku tahu seperti apa perasaan orangtuaku karena itu pula yang aku rasakan saat ini, detik ini ketika senyuman dan airmata haru mondar-mandir di wajah dan pelupuk mata kami. Tangisku pecah seketika ketika kupeluk ayah dan ibuku, orang yang paling kusayangi di dunia ini. Aku hanya bisa meminta doa restu dari mereka agar tujuanku menuntut ilmu di negeri orang tidak sia-sia dan secepatnya kembali untuk berkumpul dengan orangtua dan orang-orang terkasih. Bicara tentang pendidikan, ayahku selalu berkata "tak peduli di kampus mana kita menuntut ilmu tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita mampu menggunakan dan mengaplikasikan ilmu yang sudah di peroleh agar bermanfaat untuk masyarakat".

****

Ini adalah hari pertamaku berada di Singapore, tapi ini bukan kali pertama aku menginjakkan kaki di sini. Terakhir aku ke Singapore bersama orangtuaku ketika liburan semester 2 tahun lalu.. hmm lumayan lama. Sore itu aku hanya berjalan santai di sekitar Orchard Road, menikmati pemandangan sore hari dan melihat para wisatawan yang lalu lalang sambil sesekali berfoto di sekitar situ. Esok harinya adalah hari pertama aku kuliah di salah satu kampus bergengsi di Singapore. Senang sekali rasanya berada di lingkungan yang baru, atmosfer baru, kampus baru, teman baru dan semua yang serba baru. Di kampus inilah pertama kali aku bisa lebih dekat dengan lawan jenis "laki-laki" dalam perjalanan hidupku, namanya "Rafa" dan dia dari Indonesia. Mungkin karena aku dan Rafa sama-sama dari Indonesia sehingga kamipun menjadi dekat satu sama lain. Bukan karena aku jauh dari orangtua lantas aku menjadi liar dan punya teman dekat seorang pria.. bukan, bukan karena itu tapi aku hanya seorang gadis manja yang sedang belajar menjadi wanita dewasa yang perlahan mulai mengenal yang namanya "CINTA". Cinta yang bahkan belum pernah kurasakan pada orang lain selain cinta yang di berikan oleh ayah dan ibuku.

Rafa pria yang tampan, baik, cerdas, sholeh, dan yang terpenting adalah kami seiman. Aku bahkan tak henti-hentinya memuji kelebihan yang di miliki Rafa padahal status kami hanyalah teman dekat, lalu jika sudah begini haruskah kukatakan bahwa Rafa adalah cinta pertamaku? Terlalu dini untuk mengakui itu karena aku masih terlalu polos dan lugu untuk mengerti tentang perasaanku. Ya, aku masih belajar mencintai. Lagipula aku tak ingin gegabah mengakui cinta pada pria yang belum lama kukenal, pria yang belum tentu akan seperti ayahku. Aku memang mendambakan seorang suami yang persis ayahku, sosok suami sempurna di mataku. Mendekati ujian semester di semester awal aku belajar di Singapore, tiba-tiba tengah malam handphoneku berbunyi dan ternyata dari ibuku. Aku sangat senang lalu buru-buru kuangkat telepon itu dalam keadaan setengah sadar karena baru saja tertidur pulas.

****

Aku: Assalamualaikum, Ibu apa kabar? Filzah kangen.

Ibu: Waalaikumsalam cantik.. Ibu alhamdulillah baik. Kamu gimana kabarnya nak? (Dengan nada suara yang agak berat menahan tangis).

Aku: Aku baik.. ibu kenapa bu? Ibu lagi nahan tangis ya? Ayo ngomong sama Filzah, bu..!!

Ibu: Ayahmu nak, sekarang lagi di UGD karena komplikasi dari penyakit diabetes yang di deritanya.. Filzah pulang ya nak!! Ayah mau ketemu kamu, sayang.

Seketika tanganku gemetar, tubuhku lemas seketika dan aku menangis hingga teman sekamarku di asrama "Reyna" terbangun dari tidur dan panik. Reyna mencoba menenangkanku tapi aku masih shock tak percaya. Ku raih kembali handphoneku yang jatuh di lantai dan kembali bicara pada Ibu.

Aku: Bu, tapi ayah baik-baik saja kan, bu? Ayah pasti sembuh kan? Iya, Filzah balik ke jakarta pagi ini juga.

Ibu: Iya nak, ayahmu pasti sembuh kalau sudah melihatmu ada disini.. kamu adalah kekuatan ayah, putri kesayangan ayah.

****

Percakapan diantara kami berakhir tetapi hatiku sungguh tidak tenang. Aku takut terjadi sesuatu pada ayahku. Reyna hanya bisa memelukku dan meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja, lalu Reyna menelpon Rafa dan memberitahunya tentang keadaanku dan tentunya meminta bantuan Rafa untuk segera membeli tiket untukku via online. Pagi itu aku diantar Reyna dan Rafa ke Changi International Airport. Sebelum check-in, Rafa memberikanku sebuah surat beramplop hijau yang akupun tak tahu apa isinya. Ia hanya berpesan agar surat itu kubaca setelah aku sudah tiba di Jakarta. Setelah itu aku pamit pada Reyna dan Rafa serta mengucapkan terima kasih karena mereka berdua sudah begitu baik mengantarku ke airport.

Tiba di Jakarta, aku sudah di jemput dua pamanku (Paman Sam dan Paman Ris) mereka adalah adik sepupu ayah. Melihat kedua pamanku yang lucu itu telah berdiri di hadapanku, buru-buru ku hapus airmataku yang sedaritadi masih betah mengalir, bahkan semenjak aku masih duduk manis di kursi pesawat sehingga menjadi pusat perhatian para penumpang di dalamnya. Ku peluk kedua pamanku sambil bercanda dan tertawa meski terkesan memaksa. Mobil berjalan mulus di jalan raya diiringi cerita-cerita lucu dari kedua pamanku. Aku tahu mereka pasti sengaja menghiburku agar aku tidak menangis, tapi dalam hatiku aku merasa ada yang aneh, entah apa.

****

Dan keanehan yang aku rasakan, ketakutan yang mengguyurku kini terbukti. Sepanjang jalan menuju rumahku, kulihat banyak mobil dan motor yang terparkir hingga menyebabkan kemacetan. Ketakutanku semakin menjadi meski aku mencoba tegar dan kuat tapi airmataku tumpah ketika aku turun dari mobil dan berlari ke pelukan ibuku. Aku menangis lemah seperti ingin pingsan tapi kutahan demi ibu, agar kita bisa saling menguatkan. Aku berjalan ke kamar utama dan kulihat ayahku sudah terbujur kaku terbungkus kain putih. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? Aku sungguh tak percaya. Ku coba mencubit lenganku untuk meyakinkan bahwa ini hanya mimpi, tapi sakit yang kurasakan menyadarkanku bahwa ini nyata Filzaaahh!!! Ayahku sudah pergi, bukan untuk ke luar kota ataupun ke luar negeri tetapi pergi menghadap yang Maha Kuasa .. ya, ayahku pergi untuk selamanya. Aku berjalan mendekat pada jenazah ayah, kutatap wajahnya yang tersenyum indah (tetap tampan dan mempesona), lalu berbisik pelan...... Ayah meski kau telah tiada, ketahuilah "Kaulah Cinta Pertamaku".

Terima kasih Ayah, aku sangat mencintaimu ❤❤

*****

Sebuah pertanyaan yang pernah muncul dalam benakku terjawab sudah. Rafa bukanlah cinta pertamaku tapi aku berterima kasih padanya karena darinya aku belajar arti cinta dan kini setelah kami menikah, Rafa tetaplah menjadi pria ke dua yang aku cintai setelah ayahku. Dan ibuku? Tentunya beliau menjadi wanita pertama yang paling aku cintai di dunia ini. Tentang surat cantik beramplop hijau yang pernah Rafa berikan padaku baru kubaca setelah 7 hari meninggalnya Ayah dan isi suratnya adalah dia menyatakan perasaannya padaku, memintaku menjadi istri sholehah dan menjadi ibu yang hebat untuk anak-anak kami kelak.

Tanpa ku ketahui ternyata Rafa sudah pernah menghubungi ayah dan ibuku dan menyatakan niatnya untuk melindungi dan menjagaku, bukan hanya sebagai teman tapi sebagai pasangan hidup untuk selamanya. Meski saat kami menikah ayah tidak di sampingku, tapi aku yakin dan percaya bahwa ayah merestui pilihanku dan tersenyum bahagia melihatku bersanding dengan lelaki yang Insya Allah sholeh dan akan membawa rumah tangga kami hingga ke surga. Lelaki yang tentunya seperti ayah, persis seperti apa yang kuinginkan dan kuminta dalam setiap sujud panjangku.